Apa Itu Aura Farming?
Istilah aura farming awalnya mungkin terdengar aneh: aura = energi atau pesona yang memancar, farming = aktivitas menanam atau mengusahakan sesuatu hingga panen. Namun dalam bahasa gaul generasi Z dan Alpha di Indonesia, arti “aura farming” berubah menjadi “upaya untuk menampilkan aura yang keren, percaya diri, dan memikat perhatian melalui gerakan atau ekspresi yang tampak effortless.” Kompas+2detikcom+2
Tren ini kemudian melejit melalui sebuah video viral: seorang anak laki‑laki, Rayyan Arkan Dikha (kurang lebih 11 tahun saat video), berdiri di ujung haluan perahu tradisional lomba Pacu Jalur di Kuantan Singingi, Riau — melakukan gerakan penuh tenang, percaya diri, dan karismatik sambil melaju di atas sungai. Antara News Jawa Timur+2ANTARA News+2
Video itu kemudian menjadi meme/tren di TikTok dan platform lainnya dengan tagar #AuraFarming. Tekno Kompas+1
Asal Usul dan Transformasi Budaya
-
Lomba Pacu Jalur adalah tradisi mendayung perahu panjang khas Riau yang telah berlangsung ratusan tahun. Perahu‑perahu besar berisi puluhan pendayung dan di ujungnya berdiri seorang “tukang tari” atau “tukang sorak” (anak kecil) yang tugasnya memberi semangat dengan tarian. Antara News+1
-
Aksi Rayyan di perahu itu menjadi nilai‑tambah: bukan hanya kompetisi olahraga, tapi visual yang memikat — sebuah momen budaya lokal yang berubah menjadi trend global karena media sosial. Antara News+1
-
Dari momen lokal menjadi gerakan digital: banyak orang menirukan gaya, ekspresi, dan suasana “aura” tersebut — selebriti, atlet, bahkan klub olahraga pun ikut‑ikutan. Tekno Kompas
Mengapa Tren Ini Menarik dan Viral?
-
Visual yang kuat — Bayangkan: anak kecil berdiri di ujung perahu yang melaju cepat, tetap tenang, melakukan gerakan dengan gestur minimal tapi penuh karisma. Moment seperti ini langsung ‘menangkap’ perhatian.
-
Authentic & lokal — Meski di media sosial ia berubah menjadi viral meme, asalnya dari tradisi Indonesia yang autentik; ini menambah daya tarik karena kombinasi budaya + kekinian.
-
Kemudahan adaptasi konten — Gerakan singkat, mudah ditiru, pas untuk format TikTok/Instagram; lagu pengiring juga ikut viral. Tekno Kompas+1
-
Global appeal — Walau asalnya di Indonesia, banyak konten dari luar negeri yang ikut tren ini; menunjukkan bagaimana satu budaya lokal bisa “go global” lewat social media.
Dampak untuk Budaya, Media Sosial dan Pariwisata
Tren aura farming bukan hanya soal hiburan. Ia membawa beberapa dampak menarik:
-
Budaya lokal seperti Pacu Jalur mendapatkan spotlight dunia. Pariwisata daerah Riau pun mendapatkan peningkatan karena perhatian internasional. Antara News+1
-
Media sosial menjadi saluran bagi budaya tradisional untuk “diremap” agar relevan dengan generasi muda dan dunia digital.
-
Untuk pembuat konten & brand: ini menjadi contoh bagus bagaimana elemen lokal + kekinian bisa menjadi kampanye yang kuat.
-
Tapi juga perlu ada refleksi: ketika budaya lokal menjadi tren, bagaimana menjaga nilai aslinya agar tidak hanya dieksploitasi sebagai meme tanpa pemahaman konteks.
Pelajaran yang Bisa Diambil
-
Untuk generasi muda: tampil dengan “aura” tidak harus dibuat rumit ataupun dengan berlebihan; yang penting adalah authenticity, kenyamanan dengan diri sendiri, dan keberanian menunjukkan karakter.
-
Untuk pembuat konten: mencari elemen‑khas yang unik, lokal, dan punya potensi visual tinggi bisa menjadi kunci viral. Tapi tetap harus dilakukan dengan respect terhadap budaya asal.
-
Untuk pemirsa/masyarakat: viral bukan berarti kehilangan makna — kita bisa menikmati tren sambil tetap menghargai akar budayanya.
Penutup
Tren aura farming mengajarkan bahwa budaya tradisional tidak harus “kuno” atau terlupakan dalam era digital. Alih‑alih itu, dengan pendekatan yang tepat, budaya bisa “naik pangkat” menjadi fenomena global—tanpa kehilangan inti keunikannya.
Dan siapa yang menyangka? Tarian di atas perahu tradisional di Riau bisa jadi inspirasi global untuk gaya, karisma, dan representasi budaya generasi sekarang.
